Rabu, 21 Desember 2022 15:41

Lambatnya Pencairan Anggaran

ilustrasi
ilustrasi

Rendahnya tingkat penyerapan belanja modal umumnya disebabkan oleh dua aspek, yaitu administrasi, perencanaan, pelaksanaan teknis dan pencairan, dan hubungan kelembagaan.

Dedi Rahmanto, S.E., M.M.
Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal KPPN Makassar I
Editor : Administrator

UUD 1945 mengamanatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui fungsi alokasi untuk pemerataan dan pembangunan guna menurunkan angka pengangguran, meningkatkan efisiensi sumber daya serta mendongkrak daya guna ekonomi. Untuk memberi dampak yang optimal secara teknis penyerapan harus dilakukan secara proposional sepanjang tahun. Kenyataannya pola penyerapan masih seperti tahun-tahun sebelumnya yang cenderung menumpuk dan meningkat tajam di akhir tahun anggaran. Merujuk data Kanwil DJPb Sulsel, dari total alokasi pemerintah pusat sebesar Rp28,68 triliun hingga triwulan tiga 2022 baru terserap 60,42% melalui 9 KPPN penyalur. Tersisa 39,58% atau Rp11,35 triliun yang harus dibelanjakan di triwulan empat.

Nilai tersebut berupa sisa pagu belanja barang sebesar Rp3,48 triliun, belanja modal Rp2,47 triliun dan belanja pegawai Rp2,25 triliun. Sebesar Rp5,49 triliun terdapat pada satker pusat di Kota Makassar. Jika diurut, PUPR memiliki sisa pagu sebesar Rp1,48 triliun, Perhubungan Rp1,12 triliun Perhubungan, dan Kesehatan Rp1,02 triliun.

Sementara itu, sisa pagu belanja modal PUPR sebesar Rp939,14 miliar, Perhubungan Rp596,36 miliar, dan Kesehatan Rp374,01 miliar atau total ketiganya Rp1,95 triliun. Penumpukan serapan anggaran ini menjadi perhatian yang serius bagi semua pihak yang terkait karena alokasl tersebut digunakan untuk pengadaan, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, serta merupakan output strategis dan prioritas naslonal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam konteks pembangunan, belanja modal menghasilkan output tanah, gedung dan bangunan, jaringan dan peralatan.

Kementerian Keuangan melalui Formulasi Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atau IKPA telah mengawal kegiatan pelaksanaan anggaran khususnya atas pencapaian target penyerapan per triwulan, yakni triwulan pertama 15 persen di, kedua 40 persen, ketiga 70 pesen, dan 90 persen. Kegagalan satker dalam merealisasi target serapan tersebut menunjukkan besarnya hambatan dalam pelaksanaannya.
Rendahnya tingkat penyerapan belanja modal di awal tahun menjadi fenomena yang mendapat perhatlan serius dari pemerintah. Dari tahun ke tahun, pemerintah berupaya memberi solusl atas permasalahan dalam penyerapan belanja modal.

Rendahnya tingkat penyerapan belanja modal umumnya disebabkan oleh dua aspek, yaitu administrasi, perencanaan, pelaksanaan teknis dan pencairan, dan hubungan kelembagaan.

Aspek administrasi yang menjadi hambatan pelaksanaan anggaran antara lain terlambatnya penetapan para pengelola anggaran satker dan juknis atau juklak yang belum ditetapkan oleh eselon I kementerian/lembaga.

Pada aspek perencanaan anggaran, satker menghadapi seperti revisi anggaran yang disebabkan kurangnya pagu dan kesalahan perencanaan. Pengusulan revisi berimbas pada tertundanya kegiatan belanja modal, terlebih jika revisi harus diselesaikan di tingkat pusat. Rendahnya kualitas perencanaan anggaran dan kegiatan yang disebabkan tidak sinkronnya perencanaan anggaran dengan jadwal dan target kegiatan, ukuran kinerja, dan variable keuangan seperti : HPS, SBM, harga dan spesifikasi produk di pasaran, dan cakupan wilayah.

Pada aspek pelaksanaan teknis dan pencairan anggaran, tantangan yang dihadapi lebih variatif. Dimulai sejak persiapan pengadaan atau pengerjaan konstruksi seperti adanya penggantian pejabat pengelola keuangan pada satker, gagal tender atau tender berulang pada proses pengadaan barang/jasa, dan keterlambatan penandatanganan kontrak karena kurangnya kelengkapan dokumen.

Selanjutnya permasalahan yang intens dihadapi berupa kondisi alam yang tidak mendukung atau force majeur seperti curah hujan tinggi dan banjir, kontur tanah dan bebatuan sehingga menghambat proses pengerjaan di lapangan atau memperlambat mobilisasi pengiriman alat berat ke lokasi proyek.

Dalam proses pengadaan, satker terlambat karena rilis barang/jasa di e-catalog setelah triwulan satu, kenaikan harga, kesulitan memenuhi standar nasional, spesifikasi yang tidak memadai, dan kesulitan mencari penyedia jasa karena barang import. Hal tersebut mengakibatkan proses pencairan anggaran terhambat sejak awal tahun.

Kurangnya sinergi antar instansi kementerian pada proses pembebasan dan ganti rugi tanah berujung pada terlambatnya pencairan anggaran.

Menjelang tutup tahun anggaran, satker terkendala memperoleh bank garansi atas penyelesaian pekerjaan yang melewati tahun anggaran, putus kontrak, dan kasus hukum. Umumnya jika pihak penyedia jasa yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, Pejabat Pembuat Komitmen memberi opsi putus kontrak atau perpanjangan pengerjaan maksimal selama 90 hari ke depan. Satker berpotensi menerima pekerjaan yang kurang sempurna dari pihak ketiga sehingga timbul saling gugat yang mungkin diselesaikan secara hukum. Keterlambatan penyampaian tagihan ke KPPN bisa berakibat gagal bayar sehingga harus dialokasikan kembali pada DIPA tahun berikutnya. Kondisi-kondisi di atas menyebabkan alokasi anggaran tidak terserap.

Terkait hambatan serapan anggaran tersebut, Kanwil DJPb dan KPPN telah mendorong perceparan realisasi anggaran. Secara rutin Kanwil DJPb melaksanakan monitoring dan evaluasi melalui penilaian IKPA terutama pada satker dengan dengan pagu alokasi anggaran besar. Sementara KPPN membimbing secara teknis aplikasi. Rekomendasi teknis dan manajerial disampaikan untuk memperbaiki kinerja anggaran ke depan.

Khusus percepatan realisasi belanja modal, satker diminta untuk memperkuat koordinasi internal dan eksternal, dan mempercepat tender melalui pelaksanaan lelang dini, sehingga diharapkan semua kontrak sudah selesai ditandatangani pada triwulan pertama. Percepatan tersebut dilakukan dengan tetap memenuhi transaparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, penyerapan belanja modal ke depannya dapat dilaksanakan sesuai dengan target per triwulan dan tidak menumpuk di akhir tahun. Realisasi belanja modal yang lebih cepat dan berkualitas, pada akhirnya akan membuat pembangunan dapat lebih cepat terlaksana dan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Sulsel.

Berikan Komentar Anda