Laksus Kembali Desak Polda Sulsel Periksa Kadis DPML Toraja Utara

Ansar menampik pernyataan Kepala Inspektorat Joni Kantong yang menyebut tak ada pelanggaran keuangan dalam hibah ini.
MAKASSAR, PEDOMANMEDIA - Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) kembali mendesak Ditreskrimsus Polda Sulsel mengusut kejanggalan dalam proyek hibah bernilai Rp26 miliar di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Lembang (DPML) Toraja Utara. Laksus meminta Polda memeriksa Kadis DPML Simbong Ranggina.
Tak hanya Simbong, Ansar juga mendorong Polda mengusut pihak pihak yang ikut menikmati aliran dana proyek hibah itu. Termasuk dari kalangan legislatif.
"Kita harap semua yang berpotensi terlibat dalam menikmati aliran dana proyek ini agar diperiksa. Tak hanya kalangan eksekutif tapi juga legislatif," tandas Ansar, Kamis (23/8/2023).
Seperti diketahui, proyek ini menjadi temuan BPK RI setelah hibah digulirkan tanpa adanya surat keputusan (SK) dari Bupati Torut. Menurut Ansar, temuan BPK RI berupa kejanggalan dari sisi administratif. Tetapi memungkinkan dari hasil telaah nanti akan memunculkan potensi pidana.
"Potensi pidana korupsi bisa muncul dari ketimpangan administratif. Karena itu perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum," jelas Ansar.
Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan Laksus pada Juli lalu. Laporan dilayangkan ke Ditreskrimsus Polda Sulsel.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sulawesi Selatan menemukan kejanggalan dalam proyek hibah senilai Rp26 miliar dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Lembang (DPML) Toraja Utara. Proyek hibah ini tidak didukung oleh keputusan bupati dan hanya didasari oleh SK kepala dinas.
Hal ini terungkap dari laporan hasil pemeriksaan BPK RI tahun 2022 yang terbit April 2023 lalu. BPK merinci, masyarakat atau kelompok penerima hibah tidak ditetapkan berdasarkan SK bupati. Melainkan hanya SK kepala dinas bernomor 950/NPHD DPML/XII/2022.
Dalam SK ini ditetapkan proyek dipecah ke dalam 210 kegiatan di hampir semua lembang di Toraja Utara. Setiap lembang mendapatkan jatah hibah pembangunan fisik bervariasi. Dari Rp25 juta hingga Rp185 juta dengan total nilai Rp26 miliar lebih.
BPK menyatakan SK kadis yang mendasari penyerahan hibah ini menyalahi prosedur. Seharusnya dasar yang menetapkan kelompok penerima hibah adalah keputusan bupati.
Dikatakan Ansar, dari pemaparan hasil pemeriksaan BPK, jelas disebutkan ada pelanggaran. Meski tidak secara spesifik.
Tetapi menurut dia, untuk bisa menemukan ada tidaknya potensi penyimpangan keuangan maka kasus ini harus didorong ke ranah hukum. Aparat penegak hukum bisa meneliti alurnya. Lalu memberi telaah, di mana letak potensi penyimpangannya.
"Sebagai penanggung jawab teknis di OPD, saya kira Kadis PML Simbong Ranggina harus diperiksa. Dia harus memberi penjelasan sampai terbitnya SK sebagai dasar bergulirnya hibah bernilai Rp26 miliar itu," tandas Ansar.
Ansar menampik pernyataan Kepala Inspektorat Joni Kantong yang menyebut tak ada pelanggaran keuangan dalam hibah ini. Temuan BPK diklaim Joni hanya bersifat administratif.
Ansar menjelaskan, simpulan yang disampaikan Kepala Inspektorat terlalu prematur.
"Terlalu prematur apa yang disampaikan Inspektorat. Banyak sekali kasus kasus korupsi yang terbongkar justru berawal dari pelanggaran administratif. Karenanya itu harus diuji. Diujinya di mana? Ya oleh APH," tandasnya.
Ansar juga meminta Bupati Torut Yohanis Bassang memberi penjelasan atas terbitnya SK kadis. Ia menilai aneh jika Bupati membiarkan kadis menerbitkan SK, sementara hibah harus didukung oleh keputusan Bupati.
"Perlu juga kita uji ini. Apakah ini atas inisiatif kadis tanpa sepengetahuan Bupati. Atau memang atas izin Bupati," imbuhnya.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5