Siap-siap! Harga Rokok Bakal Melambung Tahun Depan

Harga bisa saja bukan alasan untuk berhenti. Karena rokok bukan soal mahal dan murah. Tapi soal kebutuhan.
JAKARTA, PEDOMANMEDIA - Rencana pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) di 2022 akan merasionalisasi harga rokok. Harga rokok diperkirakan akan melambung cukup tinggi.
Meski belum ada skema harga rokok, kenaikannya memungkinkan lebih tinggi dari awal 2021. Pemerintah sendiri mendorong kenaikan lebih rasional agar bisa menekan prevalensi perokok anak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan saat ini prevalensi merokok untuk anak-anak usia 10-18 tahun akan diturunkan sesuai dengan RPJMN menjadi 8,7% pada 2024. Kenaikan cukai hasil tembakau ini akan menyebabkan rokok jadi lebih mahal. Sehingga konsumen anak-anak bisa menurun.
Sementara itu besaran harga jual eceran rokok di pasaran bakal berbeda-beda. Harganya akan disesuaikan dengan kenaikan tarif cukai dari masing-masing kelompok rokoknya.
Sementara aktivis perempuan Andi Tenri Farida menilai remaja dilarang merokok hanya sebatas etika saja. Bukan pelanggaran hukum. Tidak ada remaja yang dihukum karena merokok. Ini masalahnya.
Mungkinkah harga tinggi menghentikan orang merokok? Mungkin ya. Mungkin juga tidak.
"Asumsinya bisa dua. Pertama jika tak terbeli orang mungkin saja berhenti. Karena rokok akan jadi barang mahal. Tidak terjangkau. Dan akhirnya oleh sebagian orang memilih berhenti," katanya.
Kedua, harga bisa saja bukan alasan untuk berhenti. Karena rokok bukan soal mahal dan murah. Tapi soal kebutuhan.
Cukai hasil tembakau (CHT) memang sengaja dinaikkan sebagai bagian dari skema menaikkan harga rokok demi menekan populasi perokok anak dan kaum perempuan. Kenapa demikian? Karena bangsa ini sudah lama hidup dengan rokok.
Bangsa ini juga banyak menggantungkan pundi-pundi ekonomi dari tembakau. Rokok sudah beberapa dekade menjadi penyangga pajak. Jadi bukan hanya soal orang merokok itu nikmat.
Tapi negara juga menikmatinya sampai di sini. Kalau kita sulit berhenti, itu karena kita memang bangsa perokok.
Kedua kata Tenri, sebenarnya soal efektif tidaknya tergantung regulasi. Kalau sekadar menaikkan harga dengan tujuan agar tak terbeli, tidak banyak menekan jumlah perokok.
Faktanya, dari hasil penelitian populasi perokok usia remaja dan kaum perempuan tumbuh di atas 5 persen per tahun. Padahal, setiap tahun harga rokok juga naik.
"Ini memberi gambaran, secara simultan grafik perokok tak terpengaruh banyak oleh kenaikan harga. Rokok lebih pada pemenuhan psikologis," jelasnya.
Menurutnya, dibanderol berapapun rokok pasti tetap terjangkau. Karena orang merokok lebih banyak dipengaruhi oleh pemenuhan psikologi. Mereka ketagihan. Dan itu berlanjut karena regulasi pelarangan rokok lemah.
Berdasarkan data saat ini prevalensi merokok untuk anak-anak menjangkau usia 10-18 tahun. Pemerintah menargetkan bisa diturunkan sesuai dengan RPJMN menjadi 8,7% pada 2024.
Salah satu upaya menekan angka itu yakni dengan kenaikan cukai hasil tembakau. Kenaikan CHT akan menyebabkan rokok jadi lebih mahal. Affordability.
Jadi untuk menghentikan populasi perokok jalannya tak parsial. Harus ada kebijakan komprehensif. Artinya, penanganan masalah benar benar diurut dari hulu ke hilir.
Ekonom Sjamsul Ridjal menilainya berbeda. Sjamsul menjelaskan, kenaikan CHT tak mendesak. Karena ini bukan sektor penyangga utama pajak negara.
CHT hanya dipakai sebagai indikator penyeimbang pendapatan negara. Seharusnya kata Sjamsul, pajak sektor ini tak dipaksakan naik karena momentum pemulihan ekonomi sedang berlangsung.
"Tentu ada kekhawatiran terjadi guncangan di industri ini. Termasuk di kelompok petani tembakau. Kalau itu goyah, bisa terjadi PHK. inikan masalah sosial lagi yang muncul," jelasnya.
Sjamsul juga menjelaskan, cukai rokok erat kaitannya dengan petani tembakau. Setiap kali CHT naik, petani tembakau selalu mengalami degradasi harga.
Posisi mereka dilematis. Saat mereka memaksakan harga naik mengikuti CHT, pemasaran anjlok. Di sisi lain, jika tak dinaikkan, petani akan mengalami kerugian besar.
"Sementara pemerintah kan hanya memikirkan pendapatan pajak. Faktor psikologinya mereka lupa. Karena itu kenaikan CHT harus ditunda," imbuhnya.