Senin, 14 April 2025 19:03

UJUNG PENA: Menata Komunikasi Publik Pemerintah

Aswar Hasan
Aswar Hasan

Seyogyanya komunikasi publik tersebut hendaknya disetting dalam bentuk formula yang berintikan 5 (Lima) hal.

Oleh Aswar Hasan

PAKAR komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Kunto Adi Wibowo, melihat, rangkaian aktivitas Prabowo dalam beberapa hari terakhir tidak terlepas dari kontroversi komunikasi publik pemerintah. Menurut dia, Prabowo menyadari betul ada problem komunikasi, terutama setelah demonstrasi menolak revisi Undang-Undang TNI dan ancaman teror terhadap jurnalis yang direspons secara tidak empatik oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan.

Mau tidak mau, Presiden mengambil langkah drastis untuk take over pekerjaan-pekerjaan komunikasi yang seharusnya sudah selesai oleh bawahan-bawahannya,” kata Kunto.

Baca Juga

Sementara itu pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Suko Widodo, juga melihat bahwa rangkaian kegiatan Presiden, mulai dari bertemu para pemimpin redaksi, petani, investor, hingga Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, merupakan upaya untuk memperbaiki komunikasi pemerintah dan membangun stabilitas. Akan tetapi, perbaikan komunikasi tidak cukup hanya dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai kebijakan pemerintah.

Komunikasi harus berjalan secara dua arah, yakni dengan mendengarkan kritik publik dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi kebijakan.

”Presiden jangan hanya mempromosikan kebijakan, tetapi mengomunikasikan kebijakan. Komunikasi itu, kan, mau mendengarkan, ada proses dialektika, tidak searah,” cap Suko (Kompas,11/4/2025).

Menurut ahli komunikasi Wilbur Schramm dalam bukunya "The Process and Effects of Mass Communication" (1954) menjelaskan tentang pentingnya field of experience (latar pengalaman) antara komunikator dan komunikan agar pesan bisa dipahami dengan baik. Schramm menambahkan model komunikasi berbentuk lingkaran (feedback) dan konsep overlapping field of experience sebagai kunci agar pesan tidak disalahpahami.

Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan efektif jika komunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan) memiliki overlapping field of experience. Semakin besar area pengalaman yang tumpang tindih, semakin kecil kemungkinan terjadinya kesalahpahaman.

Hal itu, penting karena simbol, atau pun bahasa, istilah, atau pesan yang digunakan oleh komunikator bisa dipahami oleh komunikan sesuai maksudnya. Jika didukung oleh pengalaman bersama (misalnya budaya, latar belakang pendidikan, atau pengalaman hidup) membuat makna pesan lebih mudah ditangkap sesuai konteks sehingga mengurangi interpretasi ganda karena referensinya serupa.

Sebaliknya, kalau field of experience antara pengirim dan penerima pesan sangat berbeda, maka risiko pesan ditafsirkan keliru atau tidak sampai dengan benar akan semakin besar.

Menyadari permasalahan komunikasi publik pemerintah yang berakibat kerugian semua pihak, baik Pemerintah, maupun masyarakat, maka seyogyanya komunikasi publik tersebut hendaknya disetting dalam bentuk formula yang berintikan 5 (Lima) hal yaitu; Pertama, respons Pemerintah terhadap setiap permasalahan yang mengemuka di masyarakat seharusnya fokus pada subtansi masalah supaya tidak melebar yang menimbukan masalah baru.

Kedua, dalam merespon permasalahan, hendaknya dinafasi empati. Empati dalam komunikasi adalah kemampuan seseorang untuk memahami, merasakan, dan menempatkan diri dalam perasaan atau situasi orang lain saat berkomunikasi.

Ketiga, transparansi. Transparansi dalam merespon yang dimasalahkan publik, mencerminkan kejujuran dan kesungguhan pemerintah. Dan, itu akan diterima dengan baik oleh publik.

Keempat, obyektif. Response obyektif oleh pemerintah, menunjukkan tidak pilih kasih dan tidak ada yang perlu disembunyikan, sehingga menghilangkan kecurigaan yang selalu menghinggapi publik.

Kelima, profesional. Salah satu asas penting profesionalitas adalah rasionalitas. Olehnya itu, Response Pemerintah harus berbasis rasionalitas dan mengesampingkan yang terkesan emosionalitas.

Dengan formula komunikasi publik Pemerintah tersebut, kesalahpahaman antara Pemerintah dan masyarakat. Wallahu a’lam bisawwabe.

Editor : Muh. Syakir
#Aswar Hasan #Ujung pena
Berikan Komentar Anda
Epaper
Cover Epaper
Populer