Sabtu, 23 Maret 2024 10:25

Aliansi LSM Sulsel Segera Laporkan Dugaan Korupsi Pembangunan RS Galesong ke KPK

RS Galesong Takalar (int)
RS Galesong Takalar (int)

Ditanya soal bukti yang akan diajukan, Mulyadi yakin, dokumen yang mereka pegang sangat valid.

MAKASSAR, PEDOMANMEDIA - Aliansi LSM Pemerhati Tindak Pidana Korupsi Sulsel akan menindaklanjuti temuan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang pada pembangunan RS Galesong Takalar. Aliansi tengah mempersiapkan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Segera, secepatnya. Sekarang kita sedang siapkan dokumen dan bukti-bukti untuk dilaporkan ke KPK," terang Koordinator Aliansi LSM Pemerhati Tindak Pidana Korupsi Sulsel, Mulyadi, Sabtu (23/3/2024).

Menurut Mulyadi, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPK pekan depan. Selain dokumen yang akan disodorkan, mereka juga akan memberi gambaran secara langsung kepada penyelidik KPK mengenai indikasi-indikasi ketimpangan selama proses pembangunan RS Galesong.

Baca Juga

"Jadi nanti kita akan beri gambaran ke KPK di mana indikasi korupsinya, siapa yang terlibat dan modus modus kerja mereka. Ini penting agar penanganan kasusnya jadi prioritas," tandas Mulyadi.

Ditanya soal bukti yang akan diajukan, Mulyadi yakin, dokumen yang mereka pegang sangat valid.

"Tinggal nanti bagaimana KPK menindaklanjuti temuan kami. Saya kira KPK sudah paham bagaimana membongkar kasus kasus seperti ini," ucapnya.

Sebelumnya, Aliansi membeberkan, hasil investigasi mereka menemukan adanya indikasi korupsi pada RS Galesong sejak fase pembebasan lahan. Mulyadi menyebutkan, indikasi penyimpangan melibatkan beberapa leading sektor terkait. Sehingga selama fase pembebasan lahan dan pembangunan terjadi gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang.

"Sampai saat ini RS Galesong belum juga rampung pengerjaannya dan belum bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Padahal diketahui anggaran yang digunakan sudah miliaran rupiah. Ini mencerminkan bagaimana masalah serius memang terjadi di dalam," ungkapnya.

Anggaran Melewati 5 Tahapan

Mulyadi merinci, penganggaran RS Galesong melewati 5 tahapan. Tahun 2019 adalah tahap pembebasan lahan dengan total anggaran yang alokasikan Rp12 miliar.

Lalu pada 2020 penimbunan lahan bekas empang yang menelan Rp1,8 miliar. Tahun 2021 penimbunan dan pembangunan gedung disuntik sebesar Rp13 miliar.

"Tahun 2022 ada penambahan anggaran pembangunan gedung sebesar Rp92 miliar. Lalu ada penambahan lagi di tahun yang sama sebsar Rp16 miliar," papar Mulyadi.

Kemudian pada 2023 dilakukan lagi penambahan anggaran pembangunan gedung sebesar Rp9 miliar.

Menurut Mulyadi saat pembebasan lahan terjadi masalah serius yang tak disikapi. Di mana anggaran Rp12 miliar digunakan untu pembebasan lahan bermasalah.

Ada kurang lebih 2 Ha lahan yang dibebaskan. Namun 360 m2 dalam status bersengketa.

"Lahan penimbunan tidak sampai pada titik pile yg diinginkan dan ada 2 empang dalam lokasi yang sudah dibebaskan tidak bisa ditimbun karena dihalang-halangi oleh masyarakat yang mengklaim empang tersebut sebagai miliknya sehingga statusnya masih dalam sengketa," terang dia.

Lalu lanjut Mulyadi, terjadi konsolidasi dalam memecah anggaran menjadi dua. Di mana untuk pembangunan gedung dianggarkan sebesar Rp11 miliar dan Rp2 miliar untuk penimbunan lanjutan.

"Pembangunan lanjutan gedung 1E masih membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp32 miliar. Namun anggaran yang tersedia hanya sebesar Rp16 miliar. Sehingga pekerjaan hanya sampai pada lantai 2 termasuk instalasi dalam gedung serta perangkat liftnya," jelas Mulyadi.

Yang menjadi persoalan adalah pembangunan 3 gedung baru yang menelan Rp92 miliar dari dana PEN sampai sekarang belum dapat dirasakan manfaatnya sebab masih banyak ruangan yang belum rampung. Ditambah lagi alat kesehatannya belum lengkap atau belum memadai," katanya.

Mulyadi menduga, dari awal sebelum pelaksanaan yaitu pada proses pembebasan lahan ditengarai ada dikotomi pengaturan. Dan diduga telah terjadi gratifikasi di antara para stakeholder.

"Di situ ada dugaan permainan. Nilai pembebasan lahan per meter persegi terlalu mahal. Serta titik letak pembebasan atau pemilihan lahan dirasa tidak tepat sasaran," jelasnya.

Kedua, anggaran penimbunan sebesar Rp1,8 miliar pada tahun 2020 dan Rp2 miliar pada 2021 tidak dapat menyelesaikan penimbunan karena terdapat sengketa lahan sehingga terkesan perencanaan, pengawasan, serta pelaksanaan dari pihak dinas asal asalan.

"Bahwa kurangnya pengawasan pada Pembangunan gedung 1E dari pihak dinas terkait mengakibatkan kualitas bangunan sangat diragukan.

Bahwa terjadi kekeliruan pada saat perencanaan sehingga pada tahun itu dianggap pembangunan gedung harusnya rampung namun pada kenyataan belum rampung sepenuhnya," jelasnya.

Hal tersebut dapat dibuktikan pada data lelang di mana design gedung hanya struktur sampai lantai 3 dan hanya pasangan dinding hebel luar tanpa plasteran atau item arsitektur dan tanpa MEP.

Yang parahnya lagi saat pelaksanaan di ketahui kedalaman pancang berdasarkan fakta hasil penelusuran dilokasi pekerjaan lebih dalam dari hasil desain pancang sehingga terjadi penambahan pancang yang memaksa pihak pelaksana memangkas bobot pekerjaan yang lain.

Mulyadi menduga terdapat kongkalikong yang dilakukan oleh pihak dinas kesehatan selaku dinas yang menyelenggarakan pekerjaan tersebut. Ia juga menduga panitia lelang beserta Dinas Kesehatan Takalar dalam melakukan evaluasi justru tidak mengedepankan hal yang substansif berupa penawaran terendah.

Bahkan memenangkan penyedia-penyedia dengan nilai penawaran tertinggi yang berpotensi menimbulkan kerugian daerah/negara sebab tidak memperhatikan unsur efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

 

Editor : Muh. Syakir
#RS Galesong Takalar #KPK
Berikan Komentar Anda