Akhirnya, Gakkumdu Torut Periksa Yohanis Bassang Soal Kasus Mutasi 147 Pejabat
Pasal 71 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa pelaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
TORUT, PEDOMANMEDIA - Kasus dugaan pelanggaran mutasi/pelantikan 147 pejabat oleh Yohanis Bassang (Ombas) pada 22 Maret 2024 akhirnya mulai diusut oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Toraja Utara, Sabtu (28/9/2024).
Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian melakukan pemeriksaan/klarifikasi terhadap Ombas dalam ruang tertutup.
Tak hanya Ombas, sejumah ASN Pemkab Toraja Utara juga hadir sebagai saksi.
"Kita memanggil Bapak Yohanis Bassang sebagai terlapor. Beliau menghadiri undangan klarifikasi," ujar Ketua Bawaslu Toraja Utaa, Brikken Linde Bonting kepada PEDOMANMEDIA.
"Kita bersama Sentra Gakkumdu dimana 3 lembaga yang bergabung, baik dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Bawaslu sendiri. Kita melakukan proses sesuai dengan mekanisme dan tata cara sesuai dengan aturan yang berlaku," jelasnya.
Brikken menjelaskan bahwa Yohanis Bassang diperiksa sehubungan dengan adanya laporan masyarakat terkait dengan mutasi 147 ASN di Lingkup Pemda Toraja Utara yang diduga melanggar.
"Laporannya sekaitan mutasi 147 pejabat yang diduga melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 pada Pasal 71 ayat 2," beber Brikken.
Sebelumnya, Ombas sebagai calon bupati petahana di Pilkada Toraja Utara 2024 telah dilaporkan ke Bawaslu soal dugaan pelanggaran pada mutasi pejabat 22 Maret yang lalu.
"Jelas sekali pelanggarannya disitu, karena dalam undang-undang dikatakan bahwa petahana tidak boleh melakukan mutasi terhitung sejak 22 Maret itu," tegas Ketua Forum Peduli Toraja (FPT), Yulius Dakka.
Untuk diketahui, mutasi/pelantikan yang dilakukan Yohanis Bassang pada 22 Maret lalu tidak melibatkan Wakil Bupati Frederik V. Palimbong. Pelantikan itu kemudian dianulir/dibatalkan kembali setelah mengetahui terjadi pelanggaran.
Berdasarkan pasal 71 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa calon petahana pada pemilihan bupati dan wakil bupati dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Selanjutnya, pasal 71 ayat (5) bahwa pelaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota"