Minggu, 20 Desember 2020 16:17

Jakarta tak Punya Format yang Jelas Menyelesaikan Persoalan Papua

Pendiri Pondok Pesantren Al Hidayat Firdaus Asso Jayapura, Ismail Asso.
Pendiri Pondok Pesantren Al Hidayat Firdaus Asso Jayapura, Ismail Asso.

Para pencari solusi damai Papua seakan abai atau sengaja mengabaikan persoalan fundamental yang sesungguhnya mereka tahu bahwa persoalan Papua bukan sekedar kesejahteraan tapi ada hal lebih mendasar, persoalan politik.

Ismail Asso
Pendiri Pondok Pesantren Al Hidayat Firdaus Asso Jayapura
Editor : Jusrianto

Pemerintah Pusat khususnya Presiden Jokowi dan KH Ma’ruf Amin sejauh ini saya perhatikan tidak memiliki format yang pasti dan jelas untuk menyelesaikan persoalan berbagai konflik sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan di Papua.

Kecuali yang sibuk dilakukan “orang kepercayaan” Jakarta, polanya dari zaman Ibu Mega dan SBY sama, yang ditawarkan para “pencari jalan redam konflik abadi Papua” adalah pembangunan kesejahteraan. Orang-orang ini dari dulu bicara kesejateraan tanpa pernah rakyat Papua benar-benar bisa sejahtera malah termiskin se-Indonesia.

Para pencari solusi damai Papua seakan abai atau sengaja mengabaikan persoalan fundamental yang sesungguhnya mereka tahu bahwa persoalan Papua bukan sekedar kesejahteraan tapi ada hal lebih mendasar, persoalan politik.

Pelurusan sejarah integrasi, penegakan hukum dan HAM belum pernah dilalui melalui jalan dialog jangan harap Presiden siapapun Indonesia mampu secara sanggup bangun Papua dalam bingkai NKRI dalam bidang apapun pembangunan.

Selama Jakarta takut dan menghindari terjadinya dialog antara Perwakilan rakyat Papua dan Pemerintah Pusat tak mungkin terjadi rekonsiliasi menciptakan Papua zona damai sehingga Indonesia tak akan sanggup bangun Papua hingga kelak mampu mempertahankan Papua sebagai bagian dari NKRI. Wallahu’alam.

Para pekerja pencari solusi perwakilan Pemerintah Pusat selama ini melapor keatasan mereka adalah solusi janji “sorga” program ekonomi begini-begitu. Model dan pola ini dari waktu ke waktu dari satu rezim ke rezim Presiden Indonesia selalu sama dan diulang-ulang padahal terbukti gagal total sebelumnya.

Demikian tanpa bosan pola itu lagi yang mau mereka tawarkan pada rakyat Papua dibawah tanggungjawab penyelesaian Papua oleh Kepala Bappenas RI.

Padahal ratusan Trilyunan rupiah yang dikucurkan Pemerintah Pusat tanpa hasil significant. Dari beberapa tulisan terbaca bisa dianalisa dibawah tanggungjawab penyelesaian Papua oleh Wapres RI KH Ma’ruf Amin dan Kepala Bappenas RI kembali mau digiring mereka pada pola lama, ekonomi.

Solusi model ini harus ditinjau kembali karena terbukti selama Presiden SBY gagal tapi kembali mau diperlihatkan kepada Wapres RI Ma’ruf Amin dan Ketua Pelaksana Penyelesaian Konflik Papua yang diberi tugas Presiden Jokowi. Demikian yang saya amati sejauh ini model penyelesaian gagal pola lama itu lagi.

Mungkin kehabisan akal atau memang dasarnya mereka tidak mampu menyelami aspek psikologi rakyat Papua yang paling mendalam. Solusinya melalu program percepatakan pembangunan, apa sih yang mau dipercepat? Kebodohan ini masih mau diulangi oleh para pembantunya dari satu Presiden ke Presiden berikut Indonesia selalu polanya “obat parasetamol” bukan obat generik maka wajar, hasil sama nol penyakitnya kambuh kembali.

Padahal akar persoalan Papua jauh dari apa yang mereka sibuk tawarkan terbaca dari berbagai tulisan yang mereka tawarkan digroup ini dan publish diberbagai media agar dibaca pengambil kebijakan Pusat bukan?

Para pembantu Presiden yang ditugasi ini sejauh mata memandang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan konflik Papua. Alih-alih Jakarta hanya sanggup kerahkan kekuatan militer hadapi rakyat Papua yang itu sesungguhnya menambah konflik berkepanjangan bukan menyelesaikan masalah.

Tawaran pembangunan infrastruktur dan ekonomi adalah pendekatan yang ditempuh Pemerintah Pusat sembari pengerahan besar-besaran militer di wilayah-wilayah konflik yang sesungguhnya bukan menyelsaikan malah menambah persoalan Papua abadi ibarat luka dalam tubuh Indonesia.

Sejak program Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) sampai apalagi tapi tawaran gula-gula manis perspektif ekonomi dan dan pembangunan kerohanian model apa saja sesungguhnya tidak memyentuh persoalan Papua yang sesungguhnya.

Presiden Jokowi dan para pembantunya seakan sudah senang dengan pembangunan beberapa infrastruktur tapi apakah itu menyelesaikan persoalan konflik Papua?

Selama akar persoalan Papua belum disentuh maka seluruh programa apapun pembangunan sama sekali terbukti tak menyelesaikan masalah Papua malah seakan persoalan Papua abadi. Jakarta dan para pembantunya seharusnya belajar banyak dari kasus Timor Leste. Kurang apa pembangunan infrastruktur di Wilayah itu? Jalan mulus dari Kota Kupang hingga Dili dibangun Soeharto kala itu tapi kenyataannnya dalam refrendum (jajak pendapat) seluruh rakyat Limot Leste memilih memisahkan diri dari NKRI.

Sampai disini persoalannya sudah jelas. Seharusnya apa yang dilakukan para pembantu Jokowi memberi nasehat ke Jokowi persoalan Papua agar memyentuh akar persoalan? Dialog adalah jalan menuju penyelesaian konflik berkepanjangan Papua.

Pemetaan konflik ideologi sosial budaya dan ekonomi perlu kalau Jakarta ingin bangun Papua. Ingat tanpa ada kedamaian dan penyelesaian konflik Ideologi pembangunan model sehebat apappun infrastruktur sama sekali tak akan selesai apalagi iming-iming sorga (pembangunan ekonomi) sama gagalnya uang otsus trilyunan rupiah dikucurkan Jakarta Otsus jilid II tetap ditolak? Kenapa bisa? Semua munafiq !

Berikan Komentar Anda