Mitos atau Fakta: Bupati dan Wakil Bupati Petahana di Toraja Tidak Terpilih Kembali

Jejak Pilkada langsung dilaksanakan tahun 2005, 2010, 2015 di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara, secara bergantian Bupati/Wabup petahana tidak terpilih kembali. Banyak faktor yg mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Menilai dan mengevaluasi kinerja Bupati/Wabup petahana (incumbent).
TATOR, PEDOMANMEDIA - Bupati/Wabup Petahana layaknya terpilih kembali karena sudah memerintah dan menguasai struktur birokrasi dari ketua RT sampai Kepala Dinas. Memanfaatkan penggunaan APBD dan menggerakkan potensi ASN.
Fakta 1 :
Jejak Pilkada langsung dilaksanakan tahun 2005, 2010, 2015 di kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara, secara bergantian Bupati/Wabup petahana tidak terpilih kembali. Banyak faktor yg mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Menilai dan mengevaluasi kinerja Bupati/Wabup petahana (incumbent).
* Kabupaten Tana Toraja :
J.A. Situru, SH (2005)
Theopilus Allorerung, SE (2010)
Ir. Nicodemus Biringkanae (2015)
* Kabupaten Toraja Utara :
Drs. Y.S. Dalipang. (2005)
Drs. Frederik B. Sorring. (2010)
Dr. Kalatiku Paembonan (2015)
Isu yg paling dominan dikembangkan adalah perubahan. Setiap individu pasti menginginkan perubahan holistik di semua leading sektor. Terutama kebutuhan dasar manusia seperti pangan, air, listrik, komunikasi, dan infrastruktur.
Hal ini dimainkan oleh para Timses paslon dengan berbagai isu strategis dan manuver politik. Yang menjadi sasaran empuk adalah menyerang Bupati/wakil bupati petahana sebagai juara bertahan.
Parameter keberhasilan Bupati Petahana adalah Pertama, mampu memperlihatkan prestasi kerja yg berdampak signifikan terhadap kepuasan publik. Kedua, mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ketiga, mampu mengelola keuangan dg jujur dan transparan. Keempat, mampu menjaga hubungan kemitraan dan sinergitas dg lembaga legislatif (DPRD), yudikatif, TNI/Polri. Kelima, mampu menjaga perasaan rakyat dan struktur organisasi; keumatan, kepemudaan, lembaga adat, budayawan, dan perempuan.
Mitos 2 :
Bahwa kalau mau jadi Bupati/Wabup harus punya banyak uang. Mahar untuk parpol saja sudah Mahal
Fakta 2 :
Marak berlangsung money of sociology yg biasa di kenal money politic (politik uang). Saya lebih cenderung menyebutnya sebagai sosiologi uang karena terjadi aksi dan interaksi antara individu dengan individu lainnya. Adanya negosiasi dan transaksi jika kedua individu tersebut bersepakat. Miris terjadi bukan hanya uang tapi juga barang dan jasa sebagai alat tukar tambah pikiran dan point of interest (kepentingan).
Paradigma sosial menggambarkan bahwa masyarakat tidak mengenal secara langsung paslon atau kandidat Bupati/wakil bupati sehingga tidak terjalin interaksi sosial antara individu dan struktur, hanya saja terlibat dalam diskusi kedai kopi atau warung ballo/tuak. Tidak cukup waktu untuk paslon mengunjungi atau blusukan ke setiap RT, Kampung, lembang, dan kelurahan.
Paslon dibantu oleh tim sukses atau peluncur dalam melakukan sosialisasi diri, visi-misi, dan program kerja sebagai janji politik. Durasi waktu kampanye begitu singkat, maka para timses beradu strategi dan taktik untuk merebut simpati rakyat. Kadang terbersit trik-trik untuk berlaku curang karena lemahnya pengawasan (Bawaslu).
Namun demikian, kontestasi Pilkada kali ini menjadi frame untuk Pilkada berikutnya. Saatnya pembelajaran politik bagi masyarakat dengan mengangkat tema “politik berbudaya dan bermartabat, dalam konteks tallu batu lalikan.”
Arena Pilkada 9 Desember 2020 akankah terulang kembali bahwa petahana pasti kalah ?
Kini, berpulang pada diri kita, Siapa saya?
Ayo...memilih dengan kata hati bukan kata uang.
Jangan jadikan mental uang menjadi kebiasaan (habitus) dan kemudian akan menjadi karakter manusia Toraja.
Patuhi protokol kesehatan, COVID-19
Ciptakan Pilkada Damai & Sejuk
“Misa’ Kada Dipotuo Pantan Kada Dipomate”
Kiranya Tuhan menolong kita, Amin
Salam Sosiolog,
Dr Kristian HP Lambe