Selasa, 07 Maret 2023 16:35

Perspektif Sosial Soal Mantan Napi Boleh Maju Caleg Setelah 5 Tahun

Perspektif Sosial Soal Mantan Napi Boleh Maju Caleg Setelah 5 Tahun

MK memutuskan mantan narapidana yang ingin maju sebagai caleg harus menunggu 5 tahun setelah keluar penjara. Ada pandangan yang menilai aturan ini diskriminatif terhadap mantan napi, tetapi juga ada yang setuju karena menekankan pentingnya memiliki track record moral yang baik untuk menjadi caleg.

Marselius Gusti Palumpun
Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Editor : Administrator

November 2022 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebuah regulasi baru bagi mantan narapidana yang hendak maju menjadi calon anggota legislatif. Mantan napi yang ingin maju caleg harus menunggu 5 tahun setelah keluar penjara.

Dari berbagai persepktif, aturan ini cukup mengejutkan. Pertama, tenggat waktu jeda pencalegan seorang mantan napi dianggap terlalu panjang. 5 tahun. Namun dari perspektif lain regulasi ini dianggap telah memenuhi rasa keadilan.

Dengan aturan ini, ada spirit psikologis yang hendak dibangun. Yakni bahwa caleg bukanlah kelompok sekadar terpilih karena memenangi suara rakyat. Tetapi juga harus dipayungi spirit moral.

Putusan soal larangan mantan napi maju caleg sebelum 5 tahun diambil dalam sidang yang digelar pada November 2022 dengan nomor 87/PUU-XX/2022 atas gugatan seorang warga Tambun Utara, Bekasi, Leonardo Siahaan, atas Pasal 240 ayat (1) huruf g pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada 8 September 2022.
adilan

Dalam gugatannya, pemohon mengemukakan beberapa dampak buruk akibat pasal itu, yang dinilai memberikan ruang bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu sebelumnya mengatur syarat menjadi caleg yaitu "tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

Melalui putusan nomor 87/PUU-XX/2022 yang dibacakan, MK menyatakan pasal tersebut tidak berkekuatan hukum sepanjang tidak diartikan bahwa "bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan:

(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang:

Salah satu pertimbangan Mahkamah, pasal 240 ayat (1) huruf g dianggap kontradiktif dengan persyaratan calon kepala daerah pada Undang-undang Pilkada, "sebagaimana telah dilakukan pemaknaan secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah".

Padahal, persyaratan sebagai caleg maupun calon kepala daerah sama-sama persyaratan untuk jabatan yang dipilih publik.

"Maka pembedaan yang demikian berakibat adanya disharmonisasi akan pemberlakuan norma-norma tersebut terhadap subjek hukum yang sesungguhnya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama dipilih dalam pemilihan," ujar amar putusan itu.

Dari perspektif di atas muncul dua pandangan. Pertama dengan masa tenggat 5 tahun, ada kesan diskriminatif terhadap mantan napi. Padahal napi juga seorang warga negara.

Adapun kasus hukum yang menjadi sandungan, tidak serta merta bisa diterima. Sebab secara hukum mereka bukan lagi terhukum. Mereka telah menjalani masa hukuman. Mereka telah bersih dari segala konsekuensinya.

Tetapi dari pandangan kontradiktif regulasi ini bisa diterima. Artinya, menjadi pesan moral bagi semua orang bahwa caleg adalah calon wakil rakyat yang harusnya memiliki track record moral yang baik. Bukan seorang yang pernah terbelit hukum.

Tentu saja dua pandangan ini masing masing punya sisi berbeda. Punya implikasi. Dan punya konsekuensi secara personal.

Berikan Komentar Anda