Minggu, 05 Januari 2025 11:15

TOP SEPEKAN: Dugaan Oknum Polisi Bekingi Sabung Ayam di Tator, MK Hapus Presidential Threshold 20%

Suasana judi sabung ayam di Tator.
Suasana judi sabung ayam di Tator.

Judi sabung ayam yang melibatkan oknum aparat sudah lama dilaporkan di Tator.

MAKASSAR, PEDOMANMEDIA - Judi sabung ayam dilaporkan kembali marak belakangan di daerah Lembang Madandan, Kecamatan Rantetayo, Tana Toraja. Warga setempat menyebut banyak oknum polisi ikut main dan menjadi beking.

Kabar ini menjadi berita terfavorit PEDOMANMEDIA, pekan ini. Disusul kabar soal presidential threshold atau batas calon presiden 20% yang dihapus MK.

Kami mengulasnya kembali dalam TOP SEPEKAN.

Baca Juga

Judi sabung ayam yang melibatkan oknum aparat sudah lama dilaporkan di Tator. Namun hingga saat ini belum ada tindakan konkret dari Polda Sulsel.

"Sudah lama itu di sana, tapi tidak pernah disentuh. Aman juga karena banyak teman-teman polisi yang ikut main. Ada juga yang jadi beking," ujar Morris, salah satu peserta judi sabung ayam kepada PEDOMANMEDIA, Selasa (31/12/2024).

Menurut Morris, lokasi judi sabung ayam di Madandan sudah terjadwal rutin. Banyak pelaku sabung ayam kata Morris lebih senang main di Madandan karena aman dari razia.

"Di sini aman sekali pak karena disini juga dekat dari kampunnya pak Kapolsek Saluputti. Makanya kami ke sini terus main karena aman. Nda ada razia," kata Moris.

Sementara itu salah seorang warga Madandan menyesalkan banyaknya oknum polisi yang kerap ikut meramaikan judi sabung ayam. Bahkan kata dia, tempat itu tak tersentuh karena dilindungi oknum polisi.

"Yang pasang disini pak atas nama Plang hampir setiap hari mereka main di sini. Ada juga biasa datang oknum polisi main dan kami masyarakat sekitar merasa risih. Apalagi ini masa-masa Natal," kata warga.

Ia juga menyesalkan pihak Polres Tator yang tidak mampu bertindak tegas.

"Malah terkesan melakukan pembiaran. Masa tidak ditindak. Malah dibiarkan ji. Padahal ini sudah lama. Dan rutin di sini," ucapnya.

Warga setempat mengaku sangat terganggu dengan aktivitas judi sabung ayam itu. Mereka pun berharap Polda Sulsel kembali turun tangan.

"Saya rasa kalau Polres Tator ji, apalagi kalau polsek mereka tidak mampu lah. Kenapa kami bilang begitu karena praktuk judi sabung ayam ini sudah lama di sini tapi tidak pernah ditindaki. Polres dan polsek tidak bisa kami harapkan. Polda yang harus turun tangan ini," tandasnya.

Sebelumnya judi sabung ayam di Lembang Buttu Limbong, Kampung Pong Bati', Kecamatan Bittuang, Tana Toraja juga dilaporkan marak. Numun di sana, praktik ini berlangsung besar-besaran dengan cara berpindah-pindah.

"Biasanya mereka gelar 2 hari kemudian mereka pindah tepat lagi. Sekarang mereka persiapan mau main di Lembang Buttu Limbong Kampung Pong Bati' itu. Katanya hari ini sampai besok baru pindah lagi ke tempat lain," ujar Amos, salah seorang warga Bittuang.

Menurut Amos, dalam beberapa kali kegiatan judi sabung ayam di Bittuang, nyaris tak pernah tersentuh aparat. Dominan kegiatan dilakukan di wilayah Polsek Saluputti.

"Intinya di wilayah hukum Polsek Saluputti itu paling sering mereka tempati main. Tapi tidak ada tindakan dari polisi. Makanya kita juga pertanyakan itu. Kenapa ini ada pembiaran," ucapnya.

Amos meyakini, aparat kepolisian tahu persis kegiatan judi sabung ayam ini. Sebab dilakukan di tempat terbuka.

Salah seorang warga lainnya menuturkan, judi sabung ayam di Lembang Buttu Limbong termasuk yang paling besar di Tana Toraja. Para penyelenggaran judi sabung ayam ini juga melakukan kegiatan secara terang-terangan.

"Orang di sini sudah tahu semua ji itu siapa penyelenggaranya. Polisi juga tau ji. Itukan inisial P," terang warga tadi.

Menurut dia, sosok P sudah sangat dikenal di kalangan pelaku sabung ayam. Bahkan namanya juga sudah familiar di kepolisian.

"Harusnya kan kalau judi sabung ayam mau dihentikan cukup panggil P saja. Tapi kelihatannya memang ini dibiarkan," imbuhnya.

Semua Parpol Bisa Ajukan Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR. Keputusan ini membuat semua partai politik peserta Pemilu memiliki kesempatan mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan tersebut dibacakan Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). MK mengabulkan seluruh permohonan tersebut.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.

Pertimbangannya, MK menilai pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta Pemilu. MK juga menilai besaran ambang batas lebih menguntungkan partai politik yang memiliki kursi di DPR.

"Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest)," ujar Wakil Ketua MK, Saldi Isra.

Menurut Saldi, ada kecenderungan selalu mengupayakan agar setiap Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon, jika terus mempertahankan ketentuan ambang batas dalam pengusulan pasangan calon. Padahal, pengalaman Pilpres dengan dua pasangan calon membuat masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi.

"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan Pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi.

"Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong," sambungnya.

Saldi menyampaikan pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan partai politik, sepanjang telah dinyatakan sebagai peserta Pemilu. Ia juga menyampaikan usai lima kali Pilpres digelar, MK telah cukup menyatakan ambang batas sebagai syarat mengusulkan pasangan calon.

"Terlebih terdapat pula fakta lain yang tidak kalah pentingnya, dalam beberapa Pemilu presiden dan wakil presiden terdapat dominasi partai politik peserta Pemilu tertentu, dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai pasangan calon presiden dan wakil presiden," paparnya.

Mahkamah Konstitusi menyarankan DPR dan pemerintah dalam merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk memperhatikan jika pengusulan pasangan calon tidak didasari lagi oleh ambang batas. Saldi mengatakan partai politik peserta Pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon, maka dapat dikenakan sanksi larangan ikut serta dalam Pilpres berikutnya.

"Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh parti politik atau, gabungan partai politik peserta Pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional," tuturnya.

"Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta Pemilu adalah 30, maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta Pemilu," tutup Saldi.

Editor : Muh. Syakir
#Top Sepekan
Berikan Komentar Anda